Scaling Content: Pentingkah? Bagaimana Caranya?

Scaling Content by Maulana Sakti

23 Februari lalu, saya berkesempatan berbagi di offline seminar SEOCommunity dan menjelaskan tentang strategi produksi konten yang scalable.

Acaranya di GoWork Central Park Mall, dan SEOCommunity ini diselenggarakan oleh Toffee Events sebagai bagian dari roadshow menuju event SEO terbesar mereka nantinya–SEOCon.

Nah, di sini akan dibahas isi dari presentasi saya tempo hari dan saya juga ingin menambahkan beberapa hal yang saya kira penting.

Apa itu strategi? Apa beda strategi dan planning?

Berdasarkan Prof. Roger Martin, definisi strategi dan perbedaannya dengan rencana (planning) adalah sebagai berikut:

Strategy is the act of making an integrated set of choiceswhich positions the organization to win.

While planning is the act of laying out projects with timelines, deliverables, budgets, and responsibilities.

Jadi jelas bahwa strategi itu berbeda dengan planning.

Sebelum membuat rencana, baiknya kita sudah menentukan apa strateginya.

Nah, dalam menentukan strategi, ada yang namanya strategy statement.

Contoh strategy statement yang baik adalah dari CMI berikut ini:

Core content strategy statement template by Content Marketing Institute

Di sini jelas, dalam strategy statement itu terdapat beberapa hal ini:

Langkah selanjutnya adalah membuat rencana (planning) untuk mengeksekusi strategi ini.

Namun, sebelum itu, kita bahas sedikit tentang scaling content.

Apakah scaling content itu penting?

Well, it depends.

Namun, kita bisa jawab dengan beberapa statistik dari HubSpot dan Ahrefs berikut:

  • The number of touchpoints to guarantee prospecting success is around 8
  • 68% of online experiences begin with a search engine
  • 53.3% of all website traffic comes from organic search
  • 92.96% of global traffic comes from Google Search, Images, and Maps
  • SEO drives 1,000%+ more traffic than organic social media

Selain dari statistik di atas, hal lain yang bisa jadi pertimbangan adalah kompetitor bisnis juga scaling content mereka.

Messy middle

Customer journey itu tidak linear.

Calon customer kita melalui berbagai touchpoints sebelum benar-benar melakukan transaksi (convert) dengan bisnis kita.

Mereka melewati berbagai macam marketing channel dengan segala kompleksitasnya.

Hal ini menyebabkan dua mental mode yang berbeda (eksplorasi dan evaluasi) yang dalam decision making model baru yang diusulkan oleh Google’s consumer insights team pada 2020 lalu, ditempatkan di tengah-tengah–antara trigger dan purchase.

Decoding the Messy Middle

Apa pun yang dilakukan seseorang, di banyak touchpoint ini (mesin pencari, media sosial, situs web ulasan, agregator, dll.) dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari dua mental mode ini.

Calon customer kita mengulang-ulang dua mode ini, berputar-putar, mengunjungi berbagai touchpoint berkali-kali karena mereka perlu membuat keputusan pembelian (dan dalam waktu bersamaan melihat informasi yang kita sediakan di masing-masing channel marketing yang kita punya).

Inilah kenapa punya aset digital yang dikelola dengan baik itu sangat penting.

Oleh karena itu, sebagai marketer kita harus:

  • Memastikan kehadiran merek kita di berbagai fase customer journey
  • Memanfaatkan psikologi dan behavioral science (secara cerdas dan bertanggung jawab)
  • Mengurangi gap antara trigger dan purchase

Salah satu cara kita memenuhi ketiga poin ini adalah dengan membangun konten–dan lebih baik lagi ketika kita bisa scale up konten kita.

Hal ini juga mengingatkan kita pada beberapa hal:

Yang sulit diukur belum tentu tidak membuahkan hasil

Hal ini saya pelajari dari Tim Soulo dalam presentasinya di brightonSEO, Oktober 2020 lalu, yang berjudul the Elusive ROI of Content Marketing.

ROI of Content Marketing

Contohnya adalah leads dari satu piece konten artikel di blog.

Alih-alih mengukur hal yang seperti itu, kita bisa melihat secara helicopter view dan holistik.

Dari presentasi Tim ini, kita setuju bahwa konten yang "kelihatannya" tidak membuahkan leads atau sales bukan berarti tidak bermanfaat.

Atribusi tidak seharusnya hanya ditentukan oleh last click

Mengingat customer kita melewati messy middle tadi, di mana mereka mulai membangun pertimbangan mereka untuk mencoba suatu produk atau jasa, kita sebaiknya tidak menolak opportunity dan potensi dari konten-konten lain yang kelihatannya sulit terukut–terutama konten organik.

Jadi intinya, seluruh marketing channel bisa bekerja secara bersama-sama dan saling bantu, dan kita juga sebaiknya tidak hanya fokus pada channel yang "berhasil" saja yang penentuannya hanya berdasarkan last click attribution tadi.

Lagipula, kita juga harus membangun brand dan membentuk persona brand yang baik, kan?

Bagaimana cara scaling content?

Masuk ke bagian yang saya sampaikan di event SEO Community tempo hari.

Saya membagi alur produksi konten yang scalable ini menjadi 5 bagian:

  • Strategi
  • Rencana
  • Produksi
  • Publikasi
  • Distribusi

Strategi

Seperti yang sudah disampaikan di atas, di sini kita buat strategy statement-nya dan menjawab beberapa pertanyaan ini:

  • Goal-nya apa?
  • Targetnya siapa?
  • Prosesnya mau bagaimana?

Dalam membuat goal, pastikan goal-nya SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Time-Bound).

Rencana

Di bagian rencana, kita list hal apa saja yang harus dilakukan dalam rangka memenuhi strategi ini.

Hal-hal yang dilakukan biasanya secara sadar atau tidak sadar, sudah bagian dari aktivitas harian kita, yaitu:

  • Ideation dan brainstorming
  • Keyword research
  • Cek kompetitor, tren, media sosial, dsb.
  • Content audit
  • Topic clustering
  • Outline

Satu hal yang perlu diingat ketika membuat content planning adalah pastikan konten yang akan diproduksi relate dengan bisnis kita.

Produksi

Buat sistem agar bisa memproduksi konten yang scalable.

Saya menjabarkan cara bagaimana saya membangun sistem ini di dalam presentasi saya, dan hal ini bisa diterapkan baik untuk tim maupun solo fighter (freelancer, content creator, dll.)

Pada dasarnya, kita harus membuatuat sistem untuk mengakomodasi ketiga proses ini:

  • Writing
  • Fact checking
  • Editing

Buat yang solo fighter, untuk memulai, bisa cek yang namanya Kanban board.

Manfaatkan Kanban untuk memanajemen proses produksi konten kita.

Catatan lain dalam proses produksi ini adalah:

  • Break down the process
  • Tentukan PIC
  • Create SOPs
  • Use tools

Manfaatkan tools seperti AI chatbot untuk membantu kita bekerja lebih efektif.

Catatan dalam penggunaan AI tools

  • AI tidak akan atau (paling tidak saat ini) belum akan jadi substitute
  • AI ini harusnya jadi leverage, bukan dan jangan dijadikan substitute
  • Sebagai creator kita harus bisa menambahkan value di konten (i.e. use case, pengalaman, opini dari expert, dsb.) yang AI belum bisa atau bahkan tidak akan punya experience dalam menggunakan suatu produk
  • At the end ot the day, kita harisnya memproduksi konten yang helpful, konten yang bagus, konten yang punya jiwa (ini seniman), konten yang bikin cuan

Publikasi

Masuk ke tahapan selanjutnya dalam alur produksi konten yang scalable, yaitu publikasi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

  • Sesuaikan dengan aset yang kita punya
  • Repurpose content for multiple channels
  • Gunakan content calendar
  • Scheduling

Distribusi

Terakhir, untuk scale up tidak hanya produksi konten, tetapi juga distribusinya, kita bisa mempertimbangkan untuk melakukan beberapa hal berikut:

  • Content marketing
  • Press release
  • Media pitching

Jelas, harus disesuaikan dengan budget dan kebutuhan.

Use case

Strategi ini saya dapat dari hasil belajar, diskusi, dan praktik langsung.

Salah sumber belajar yang biasanya saya gunakan dan saya rekomendasikan ke orang-orang adalah Ahrefs–kudos to them.

Dengan seluruh informasi yang sampaikan ini, biasanya muncul pertanyaan.

"Ul, lu ngerjain yang lu cerita ini nggak? Apa hasilnya?"

Sebagai bukti saya tidak hanya ceramah, tetapi juga mempraktikkan apa yang saya bagikan, berikut hasil yang saya dapatkan ketika menerapkan strategi ini.

Result on scalable content strategy

Perlu diingat, dalam eksekusinya saya tidak 100% "sesuai", baik karena keterbatasan tim dan waktu. Namun, aman dikatakan bahwa strategi ini cukup berhasil di saya.

Saatnya kamu coba, ya!

Deck SEOCommunity event

Deck yang saya gunakan di SEOCommunity event bisa dicek di sini.

Feel free untuk belajar dari sana dan menyebarluaskannya (jangan lupa credit 😉).

Sebelum mengakhiri artikel ini, berikut beberapa bahan bacaan untuk melengkapi bahan belajar tentang strategi perkontenan:

Semoga bermanfaat 👍🏼

Komentar