Unfinished Projects

Unfinished projects

Pada tulisan ini saya ingin membagikan keresahan tentang pekerjaan, produk, ataupun project yang tidak berhasil, tidak works, dan bagaimana saya menanggapinya.

Menghasilkan hal-hal atau produk atau karya yang tidak works ini adalah bagian dari pengembangan diri dan proses menuju “menghasilkan produk atau karya yang berhasil”.

Bercermin kepada founder ternama seperti Sabda PS dan Jack Butcher. Mereka tidak luput dari hal-hal semacam ini. Sabda PS sendiri telah banyak mendirikan startup atau produk yang tidak berhasil atau produk yang akhirnya dikesampingkan sampai akhirnya menciptakan Zenius (startup ketujuhnya kalah saya tidak salah ingat). Jack Butcher, founder VV (Visualize Value) pada awalnya punya agency yang dibangun sebagai side project, yang kondisinya saat ini jika mengutip kata-katanya adalah “slowly dying”. Kenyatannya adalah, VV adalah side project dari side project yang lambat laun mati ini.

Apa yang dapat diambil dari cerita ini?

Bagaimana kamu menanggapi produk hampir gagal atau bahkan produk gagal ini? Jawabannya bisa jadi berbeda-beda, tergantung passion, desire, dan alokasi resources masing-masing. Saya pribadi punya produk yang bisa dibilang masuk dalam kategori ini, banyak.

Contohnya adalah:
Materi Farmasi

Hal yang saya lakukan ada dua:
  1. Menghapus seluruh wujudnya karena sadar concern saya sudah tidak lagi di hal itu, kemdudian move on dengan tidak lupa mengambil ilmu dan pelajaran yang saya dapat dari membangun produk ini.
  2. Membiarkannya hiatus, dan lebih memfokuskan resources saya kepada produk-produk lain yang masa depannya terlihat lebih baik, atau paling tidak membuat saya senang mengerjakannya.
Saya mengakui saya adalah seorang perfeksionis dalam hal-hal tertentu, termasuk dalam hal menyelesaikan suatu project. Awalnya saya sangat-sangat terganggu jika tidak dapat menyelesaikan project sampai ke tahap akhir bentukannya, meskipun saya tahu bahwa yang dikerjakan ini tidak akan benar-benar sebermanfaat itu dan yang saya lakukan hanya kegiatan untuk memuaskan ego saya dalam menyelesaikan sesuatu.

Tapi saya belajar, bahwa memiliki produk yang tidak berhasil itu bukanlah suatu kekalahan. Instead, it’s a way and a path of journey yang creator besar lain juga mengalaminya. Contoh yang paling saya sukai adalah kedua orang yang saya sebutkan di atas.

Intinya, sekaligus juga menjawab pertanyaan yang saya lontarkan di atas, adalah bagaimana kamu memaknai dan mengalokasikan resources untuk membangun sesuatu dalam hidup. Tidak selalu harus berhasil, produk yang gagal sebenarnya juga dapat memberikan pelajaran atau masukan yang akan berguna ke depannya.

Dari tadi saya menyebut produk, yang dimaksud produk di sini adalah apa saja yang saya atau anda buat. Baik itu karya, framework, produk fisik maupun online, ataupun hal lain. Baik yang benar-benar memberikan value, yang menghasilkan uang, maupun hanya sebagai catatan dan hal yang semata-mata untuk kepuasan diri sendiri.

Jadi, bagaimana dengan anda? Punya opini dan insights lain terhadap hal ini? Let me know.

Komentar