Melanjutkan tulisan tentang PKPA di Pedagang Besar Farmasi yang lalu.
Pada 1 Juli 2020 saya mulai melaksanakan PKPA (Praktik Kerja Profesi Apoteker) di salah satu apotek di Kota Medan, tepatnya di Apotek Dety setelah sebelumnya menyelesaikan PKPA di PBF (Pedagang Besar Farmasi).
Rangkaian PKPA dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara didesain
sedemikian rupa agar para mahasiswa Profesi Apoteker menjalani internship di
empat fasilitas kefarmasian berbeda yaitu,
- PBF/Puskesmas (pilih salah satu),
- Apotek,
- Rumah Sakit, dan
- Industri Farmasi.
Dari Farmasi Sains ke Farmasi Komunitas
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya karena selama empat tahun
kuliah sarjana farmasi dan memilih peminatan STF (Sains dan Teknologi
Farmasi), akhirnya saya harus ikut terlibat dalam ruang lingkup farmasi
klinis dan komunitas.
Kebiasaan saya bekerja dan riset di laboratorium yang
hanya berinteraksi dengan instrumen, data dan minim berinteraksi langsung
dengan pasien fasilitas kefarmasian, membuat saya merasa kurang jam terbang
di bidang farmasi klinis dan komunitas.
Meskipun praktikum pekerjaan
kefarmasian di bidang farmasi klinis dan komunitas sudah pernah dilakukan
selama masa perkuliahan, saya rasa hal ini tidaklah cukup.
Berbicara tentang
PKPA, kita harus bertemu langsung dengan pasien dan konsumen sebenarnya
(bukan teman sejawat yang bermain peran sebagai pasien atau konsumen seperti
pada saat praktikum), menjadikan hal ini berada pada level yang berbeda dan
memberikan gambaran langsung kondisi sebenarnya yang terjadi sehari-hari di
bidang farmasi klinis dan komunitas.
Kekurangan ini membuat saya harus belajar ulang dan berusaha lebih keras
untuk mengejar ketertinggalan saya.
Tantangan ini sudah saya proyeksikan
sejak pertama kali memilih peminatan bahwa saya akan belajar kedua bidang
farmasi ini, dan inilah saatnya saya menghadapinya.
Mahasiswa yang melaksanakan PKPA di apotek dibagi dalam dua jadwal kerja,
pagi dan sore. Hal ini dilakukan bergantian setiap minggu. Jika minggu ini
saya bekerja saat shift pagi, minggu depan saya akan bekerja saat shift
sore. Begitu juga sebaliknya.
Jam Kerja dan Kegiatan yang Dilakukan
Shift pagi dimulai pada pukul 9.00, dan setibanya di apotek, semua staf
diwajibkan untuk untuk cuci tangan dengan baik dan benar pada tempat yang
telah disediakan.
Masker adalah atribut wajib dan sarung tangan karet harus
digunakan jika langsung berkontak dengan pasien, contohnya saat pasien
meminta untuk dilakukan cek Kadar Gula Darah (KGD), kolesterol dll.
Kegiatan
berlanjut sampai pukul 12.00, selama rentang waktu tersebut banyak hal yang
dilakukan antara lain adalah mengerjakan resep, KIE dengan pasien, membantu
konsumen dalam swamedikasi, menghadapi pasien dengen bermacam-macam
permintaannya, menangani keluhan pasien dan konsumen, menjual produk farmasi
termasuk obat, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), melakukan
pemesanan dan penerimaan barang, dll.
Semua itu harus dilakukan sembari
menerapkan protokol kesehatan.
Tidak lupa dalam setiap transaksi pembelian
obat terutama dalam jumlah besar, selalu dilakukan pengecekan ulang untuk
menghindari terjadinya kesalahan yang dapat merugikan baik itu pihak
konsumen atau pasien maupun pihak apotek.
Pukul 12.00-14.00 adalah waktu istirahat.
Lalu pukul 14.00 dilakukan
diskusi dengan Bapak apt. Jondede Tarigan, S.Si. selaku Apoteker Penanggung
Jawab (APJ) apotek sekaligus owner Apotek Dety.
Diskusi dilakukan
terus setiap hari dan ada log book untuk mengarahkan topik diskusi
setiap hari agar diskusi efisien dan efektif.
Shift sore dimulai dari 14.00 saat waktu diskusi dimulai sampai pukul
21.00.
Istirahat untuk shift sore pada pukul 19.00 sampai 20.00.
Kebiasaan
yang terjadi adalah, resep paling banyak datang pada saat malam hari.
Jadi,
intensitas pekerjaan yang berkaitan dengan resep meningkat pada saat malam
dan hal ini dikarenakan praktik dokter di sekitaran apotek mulai buka saat
sore atau malam hari.
Selama shift sore ini hal yang dilakukan adalah sama
seperti yang dilakukan pada saat pagi, hanya saja resep yang masuk akan
lebih banyak.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengerjaan resep adalah, memastikan tidak
terjadi kesalahan baik dalam penulisan dan pengerjaan resep.
Hal ini berlaku
pada resep manual dan yang dapat dilakukan adalah dengan
double check resep, resep harus dibaca oleh lebih dari satu orang
untuk meminimalisir kesalahan pembacaan resep.
Dilanjutkan dengan memastikan
nama pasien penerima resep dan Three Prime Questions kepada
pasien.
Saya belajar tentang banyak hal dan harus cepat beradaptasi dengan apa yang
terjadi di apotek.
Pendampingan dan Mindset Bisnis
Di sela-sela itu saya juga harus mulai mengenali dan
meningkatkan perbendaharaan spesialite obat, bertanya dan berdiskusi dengan
apoteker pendamping dan juga dengan sales representative produk
farmasi.
Selain dari aspek farmasi klinis yang telah disebutkan tadi, menjalankan
apotek juga butuh perhatian pada aspek bisnis.
Bagaimana agar nama baik dan
kredibilitas apotek terjaga, bagaimana agar suatu apotek
stand out dari apotek lain, apa yang membedakan apotek satu dengan
apotek lainnya.
Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan pelayanan dan
kepuasan pasien, meninggalkan ingatan baik pada pasien dan konsumen,
sehingga membentuk loyal costumer.
Kemudian bagaimana suatu apotek
melakukan up selling untuk meningkatkan omset, dll.
Kesan
Satu pelajaran yang sangat berkesan yang saya dapat dari pengalaman PKPA di
Apotek Dety adalah perkataan dari seorang Risma.
Ia adalah salah satu staf
senior di Apotek Dety dan merangkap sebagai sales representative
produk Nutrimax.
“Belajarlah sungguh-sungguh dan buat ilmu kalian beguna untuk keluarga kalian”.
Tentu saja ini menjadi pengingat bagi saya bahwa belajar dan
menjadi seorang apoteker itu bukan semata-mata agar berhasil mendapatkan
titel apoteker, melainkan bagaimana caranya agar ilmu yang telah didapat
selama ini dapat berguna dan diterapkan kepada masyarakat dan minimal dalam
lingkup kecilnya kepada keluarga sendiri.
Komentar
Posting Komentar