Masih dalam segmen tulisan tentang perjalanan saya
belajar digital marketing
di RevoU, kali ini saya mencoba membahas sedikit tentang performance
marketing dan beberapa istilahnya.
Tujuan menulis ini sama dengan yang sebelum-sebelumnya, saya ingin meninggalkan kesan dan sebagai catatan pribadi. Sedikit
disclaimer: I’m not an expert, yet. Saya coba bagikan hasil belajar saya.
Jika ada ketidakcocokan, boleh dikasih feedback dan diskusi. Semua
pernyataan di sini adalah berasal dari saya.
Jika dirasa bermanfaat, ingin memberikan feedback, atau mau reach out untuk
sekadar diksusi dan ngopi-ngopi, silakan tinggalkan komentar ya atau boleh
cek about page.
Saya belajar tentang materi ini dari Frastika Geovani a.k.a. Kak Tika,
adalah seorang Digital Marketing Lead di Ruangguru.
Jika kamu pernah kena target iklan Ruangguru dan saudara-saudaranya, most
likely itu adalah hasil kerja timnya Kak Tika.
Saya akan share pertama tentang,
Digital Marketing Funnel
Saya rasa tidak ada definisi saklek tentang ini. CMIIW. Sederhananya,
marketing funnel adalah perjalanan seseorang yang belum mengenal brand kamu
atau produk kamu sampai jadi customer atau convert.
Misalnya, kamu tidak menawarkan produk atau jasa apa-apa, hanya sekadar
menulis di blog untuk sharing, berarti perjalannya adalah dari seseorang
yang tidak mengenal kamu sama sekali, menemukan blog kamu di Internet,
sampai convert menjadi subscriber blog kamu.
Marketing funnel ini mirip-mirip dengan yang namanya sales funnel dan sales
process, dan ketika kamu Googling “marketing funnel”, Google Knowledge Box
akan menunjukkan definisi tentang sales process (yes, most likely ada
hubungannya dengan LSI, I think, ntar kapan-kapan dibahas).
“Visual representation of the steps a visitor takes from first finding out about your brand until they convert”.
Neil Patel membagi funnel ini jadi beberapa stages atau tahapan:
- Awareness
- Interest
- Evaluation
- Commitment
- Sales
Neil Patel mengkategorikan commitment dan sales jadi bagian dari “Sales”,
satu tahap setelah marketing.
Versi lain berdasarkan Sprout Social
(saya tidak tahu apakah mereka ada hubungannya dengan QuickSprout, keduanya jadi sumber yang bagus buat belajar), marketing funnel
adalah,
”A marketing funnel is a path that your customers travel through.”
Mereka membagi stagesnya jadi lima:
- Awareness
- Consideration
- Conversion
- Loyalty
- Advocacy
Nah dari sumber yang lebih ilmiah lagi, berdasarkan
International Journal of Research in Marketing, dengan definisi yang sama, stages marketing funnel itu ada empat
yaitu:
- Awareness
- Consideration
- Purchase Intent
- Satisfaction
Jika diperhatikan, semua punya definisi dan stages yang mirip. Marketing
funnel juga biasanya direpresentasikan sebagai corong atau piramida
terbalik. Stagesnya juga tidak saklek, tergantung seberapa spesifik
kebutuhan dan jenis bisnisnya.
Ini contoh tipikal marketing funnel B2C dari Ecommerce yang saya dapat dari
Kak Tika,
- Impressions
- Clicks
- Sessions
- Higher Intent Sessions
- Actions
- Initiate Checkout
- Conversion
Bedanya jelas kan, di funnel tersebut lebih spesifik dan langsung diketahui
metricsnya. Kembali lagi, tergantung kebutuhan dan jenis bisnis. Fun factnya
adalah, banyak dari kita yang biasanya nyangkut di stage initiate
checkout.
Bicara tentang metrics, makhluk apa sih metrics itu?
Metrics Penting dalam Performance Marketing
Intinya, metrics adalah segala sesuatu yang bisa diukur. Beberapa lebih
penting dari yang lain, dan bisa saja berbalik, tergantung kebutuhan. Jumlah
followers Instagram kamu, total likes, reach, impressions, itu semua adalah
metrics. Bicara soal metrics juga, ada yang namanya vanity metrics dan KPI
(Key Performance Indicators).
KPI sendiri banyak macamnya. KPI B2B dan KPI B2C juga bisa jadi berbeda
dan tergantung phasing dari marketingnya. Phase menentukan tujuan
marketing, misalnya untuk bisnis yang baru, masih dalam masa perkenalan
dan fokus yang ingin dicapai adalah awareness, maka yang jadi KPI
marketing awarenessnya misalnya adalah reach, impressoins, views, dll.
Banyak yang bilang KPI digital marketing itu harus S.M.A.R.T. (Specific,
Measurable, Achieveable, Relevant, Time-Bound). Jelas.
Nah, itu KPI bisnis. Konten juga punya KPInya. Contohnya tulisan ini, KPI
content blog ini adalah simply hanya views (saya yang menentukan, hehe).
Bicara soal KPI, rasanya bisa dibuat tulisan tersendiri, intinya, sama
seperti definisi marketing funnel tadi, cukup luas. KPI juga bisa berbeda,
tergantung channel, KPI Facebook marketing bisa jadi berbeda dengan KPI
internet marketing atau
Google Ads. Kira-kira seperti itu. Bingung?
Biasanya, sebagai performance marketer, tugas utama kita adalah untuk
generate sebesar-besarnya revenue dengan sekecil-kecilnya marketing cost.
Yup, prinsip ekonomi. Simple tapi tidak mudah. Butuh belajar terus
menerus, cari pola, dan menyesuaikan diri dengan tools dan platform yang
tersedia di Internet.
Bagaimana caranya? Langkah awalnya adalah dengan memperhatikan metrics
tadi.
Bicara soal performance marketing yang bekerja pada suatu entitas,
startup, company, atau perusahaan, ada yang namanya business goals. Nah,
sekarang ini, definisi entitas yang sukses adalah mereka yang mampu
mencapai growth target sekaligus mempertahankan business metricsnya tetap
bagus.
Jadi, as long as bisnis online kamu bisa mencapai kedua hal ini meskipun
tidak pernah atau tidak ingin scale up sampai sebesar Amazon misalnya,
bisnis online kamu sudah cukup sehat dan aman dikatakan sebagai bisnis
online yang sukses. Kurang lebih seperti itu.
Business goals ini biasanya terbagi tiga:
- Operational Goals
- Sales Goals
- Marketing Goals
Ketiganya punya metrics dan KPInya sendiri-sendiri. Itulah kenapa penting
untuk paham dan memperhatikan metrics.
Beberapa metrics penting dalam digital marketing adalah:
- Impressions
- Clicks
- CTR (Click Through Rate)
- Cost
- CPM (Cost per Mille atau Cost per Thousand)
- CPC (Cost per Click)
- Session
- Bounce dan Bounce Rate
- Conversion
- Revenue
- AOV (Average Order Value)
- Conversion Rate
- CPO (Cost per Order)
- CPA (Cost per Action / Cost per Acquisition)
- CAC (Customer Acquisition Cost)
- CLV/CLTV/LTV (Customer Lifetime Value)
- ROAS (Return of Ad Spending)
- CIR (Cost Income Ration)
- MRR (Monthly Recurring Revenue)
Kata Kak Tika, raja dan ratu dalam metrics marketing ini adalah CAC dan
CLTV.
Sebagai pemilik bisnis atau performance marketer, berkaitan dengan
prinsip ekonomi tadi, tugas penting kita adalah meminimalkan CAC dan
memaksimalkan CLTV.
CAC sendiri ada pembagiannya lagi, tergantung channel yang digunakan
dalam proses marketing (ada organic dan paid). In a nutshell, CAC terbagi
tiga:
- Paid (Total investasi di paid channel)
- Blended (Total investasi di paid channel dan organik, dicampur)
- Fully Loaded (Total investasi di semua aspek marketing, termasuk biaya hiring dan salary)
Fully loaded CAC biasanya dihandle atau jadi kerjaan C-Level.
Untuk lebih paham tentang kata-kata atau istilah yang tersebut di atas,
boleh dibaca kategori
glossary
dari RevoU.
Budget Optimization
Budget optimization berhubungan dengan alokasi dana digital marketing.
Jelas, namanya optimisasi.
Ngomong-ngoong soal optimasi, terutama SEO, kamu bisa belajar dari
Bang Wahyu Blahe
dan
Bang Ai. Recommended.
Seperti yang sudah disebut di atas, hal penting yang dilakukan oleh
performance marketer adalah meminimalkan CAC dan memaksimalkan CLTV.
For a business to be(come) profitable, its CAC needs to be lower than CLTV. The bigger delta between CLT and CAC, the more profitable (cuan) a business is and the faster it can grow.
Pengukuran CAC diperoleh dari biaya akuisisi per customer yang didapat.
Semakin rumit strategi marketingnya, maka perhitungannya juga semakin
kompleks karena banyak data yang disatukan.
Pengukuran CLTV diperoleh dari Contribution Margin from Cust. × Average
Lifespan of Customer. Jadi, harus diketahui seberapa besar profit yang
dihasilkan oleh customer dan seberapa lama dan seberapa sering dia membeli
produk atau jasa kita.
Contohnya
Bang Susanto, owner Syurga Kurma. Cara Bang Susanto menghitung CLTV adalah dari
berapa margin belanja customernya setelah dipotong biaya akuisisi (iklan)
atau singkatnya customer value dan dikalikan dengan seberapa lama customer
tersebut belanja.
Nah, contribution margin ini bisa per transaksi ataupun per satuan waktu.
Jika per satuan waktu, kita harus tahu berapa kali mereka belanja dan
setiap belanja habis berapa.
Lalu kita bandingkan keduanya, dan CAC harus lebih murah dari CLTV supaya
cuan.
In a nutshell, contoh sederhana lainnya, case saya saat di RevoU, jadi
kita punya bisnis laundry dan kita punya budget 500.000 selama 5 hari
untuk ngiklan. Nah, dari situ, kita convert 14 orang. Jadi, CACnya kurang
lebih 36.000. Hitunglah setiap orang menghabiskan 100.000 (nilai akhir
CLTV), berarti kita profit 64.000 (yes, cuan) CAC lebih rendah dari
CLTV.
Kurang lebih seperti itu. Ada banyak cara dan pendekatan yang bisa
dilakukan, terutama bergantung dengan jenis bisnisnya. Namun, prinsip
dasarnya sama, ROI (Return On Investment) harus bagus.
Nah, strategi budget optimization ini juga banyak, tergantung kondisi dan
cashflow bisnis yang sedang berjalan dan strateginya juga banyak. Intinya
adalah, marketing untuk dapat untung. Terkadang kita perlu menurunkan CAC,
dengan cara targeting customer yang spesifik dan potensial membeli. Lain
hari, kita harus meningkatkan CLTV dengan memberikan perks dan promo
kepada pelanggan yang sudah convert. Optimisasi!
Itu dia sedikit yang telah saya pelajari. Saya akan terus menulis tentang
ini, dan buat kamu yang tertarik tentang digital marketing, saya sarankan
untuk membaca kedua artikel ini untuk dapat gambaran dan insight lebih
luas. Gratis, kok.
Oh iya, saya juga sudah graduate dari RevoU dan sekarang sedang mengerjakan
internal project di sana as Digital Marketing Associate. Buat kamu yang mau
join atau tanya-tanya
(reach me out), boleh sekali.
Saya juga punya link affiliate buat kamu, dan jika kamu mendaftar di
salah satu coursenya, kamu bisa dapat potongan harga 500.000 rupiah. Ini
dia linknya (sesuai dengan course),
Baca juga tulisan ala ala saya tentang
belajar digital
dan
cerita di RevoU. Klik linknya, atau cek blog label ya.
That’s it! Terima kasih.
Kerennnnnnnnn. Lengkap kalii, bah.
BalasHapusBelajar sambil cerita-cerita ini jadinya 😁
Hapus